Bhima menambahkan, kenaikan tarif PPN menjadi 11% sebenarnya bukan masalah, jika diterapkan saat konsumsi rumah tangga mulai solid. Namun, berbeda cerita jika diterapkan pada saat ini.
Terkait dengan penerimaan negara, Bhima menyebut masih ada tambahan windfall atau pajak dari naiknya harga komoditas global. Oleh karena itu, penambahan tarif PPN bukan sesuatu yang mendesak untuk dilakukan.
“Bahkan dengan hitung-hitungan harga minyak di atas USD127 per barrel terdapat tambahan penerimaan pajak dan PNBP (penerimaan negara bukan pajak) sebesar Rp192 triliun dari selisih harga ICP (Indonesia Crude Price) di asumsi makro USD63 per barrel,” jelas Bhima.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul, "Tarif PPN Diwacanakan Naik 1 April 2022, Ini Dampaknya bagi Masyarakat." (*)